Orang Tua Pekerja
Assalamualaikum wr.wb
Haaiii, aku eka romiati, Wanita berusia 23 tahun, belum
menikah (sedih T_T) sehingga aku masih
bisa bekerja, bermain, berorganisasi, berwirausaha dan ber ber ber lainnya.
Kali ini aku mau cerita tentang hari ini, iyaa hari ini,
jumat 29 September 2017.
Sejak hari rabu, kami (aku dan risa) sudah sepakat untuk
mengajar anak SMP yang direkomendasikan oleh temennya Risa dan hari ini kami
pergi kerumahnya buat perkenalan dengan orang tuanya. Kalo kamu biasa ngajar
privat, kamu sudah gak asing lagi dengan orang tua yang notabennya kaya dalam
materiil, punya mobil oke, rumah mewah, gadget canggih, anak-anaknya yang
kinclong-kinclong dan beragam keindahan yang bisa membuat iri dengan kehidupan
mereka tapi, dibalik semua itu kamu akan berpikir lagi untuk menjadi seperti
mereka yang super duper sibuk.
Mereka adalah orang tua pekerja yang tinggal di kota jambi
hanya saja si bapak berkerja di sabak yang ±2jam jaraknya dari kota jambi
dan si ibu bekerja di kerici ±10 jam dari kota jambi. Si bapak pulang setiap hari jumat sore dan si
ibu pulang minimal 2x dalam sebulan namun, jika ada rapat kerja dsb si ibu bisa
lebih sering ke jambi. Keduanya adalah abdi negara, mempunyai 2 anak cowok. Yang
pertama kelas 2 SMA dan kedua kelas 2SMP. Ku akui mereka adalah orang tua yang
perhatian dengan anaknya, terbukti dengan control mereka yang tak pernah lepas,
mulai dari kehidupan sekolahnya, kegiatan ekstrakurikulernya, jadwal
berenangnya dll. Ketika mereka berkerja anak-anaknya diasuh oleh neneknya.
Saat kami berbincang, ada rasa khawatir yang mereka rasakan
ketika mereka jauh dari anaknya. Waktu yang terus berjalan membuat kehidupan si
anak pun kian berkembang. Anak yang pertama (kelas 2 SMA) sudah mulai untuk
sering bermain diluar, si nenek yang punya keterbatasan tentu gak bisa leluasa
buat ngontrol apapun yang dilkukan si cucu. Yaaaa, aku ingat masa-masa ini,
masa puber, kenal dengan lawan jenis, kenal dengan orang baru, kenal dengan
kegiatan baru, dan itu semua ada di luar rumah, dan heey kamu bisa dibilang
kudet jika gak tau hal-hal semacam itu. Jadi wajar jika si anak hobi diluar,
selagi masih positif, gak buat kerusakan untuk diri sendiri dan orang lain,
menurutku oke oke aja. Tapi, sebagai orang tua,mereka hanya takut jika
pergaulan yang dipakai si anak malah menjerumuskannya, misalnya narkoba. Yaaa, ini penyakit yang berbahaya, sekali
dikomsumsi, syarafmu yang akan error dibuatnya sehingga untuk mengurangi
kegiatan diluar, mereka membawakan guru privat agar si anak mau belajar untuk mengulang
pembelajaran dan mudah dikontrol oleh si
nenek karena kegiatannya diadakan dirumah.
Anak kedua kelas 2 SMP, termasuk anak yang aktif dan gadger
maniac banget. Saking hobinya main game, mata si anak udah minus 5 (kebayangkan
tebel lensanya). Hal ini membuat mereka merasa kecolongan pengawasan terhadap
si anak. Aktivitas mereka yang jauh tentu hanya bisa didekatkan dengan gadget
untuk saling menghubungi namun, dosis game yang lebih besar ketimbang saling
bersilahturahmi membuat si anak harus menanggung akibatnya. Kehadiran kami pun
diharapkan agar intensitas bermain si anak dapat berkurang.
Dalam melihat kejadian ini jika disandingkan dengan
kehidupan aku jelas, jelaaaas, beda. Tapi ada banyak hal aku syukuri dari
peristiwa ini dimana aku menjadi seorang anak, yuuuk kita bandingkan
1. Ketika aku sekolah, aku selalu disiapkan bekal
oleh ibuku. Sesibuk apapun beliau, makanan untuk kami selalu terhidangkan
namun, jika tidak sempat memasak, ibu sudah meracik pada malam hari dan
subuhnya aku yang melanjutkan untuk memasak (apakah si anak kaya merasakan hal
ini?)
2 Setiap berangkat sekolah aku selalu mencium
tangan ibuku, sembari meminta doa dan tentunya uang jajan sambil memberikan
senyuman terbaik (apakah si anak kaya merasakan hal ini?
3. Setiap bulannya aku pasti sakit perut
dikarenakan halangan, dan aku selalu pulang lebih cepat. Saat aku pulang, wajah
ibu pasti gelisah dan ibu sudah siap siaga buat merawatku (apakah si anak kaya
merasakan hal ini?)
4. Saat aku hendak belajar namun rasa kantuk datang
menghinggap dan kantuk ini bisa bergelantungan
sampe semalam jika tidak dibangunkan ibu (apakah si anak kaya merasakan
hal ini?)
5 Setiap harinya ibu memberikan aku waktu untuk
tidur siang, mengingatkan agar bisa focus belajar nanti malam (apakah si anak
kaya merasakan hal ini?)
6. Waktuku SD ibu selalu memantau sejauh apa
balajar ngajiku (apakah si anak kaya merasakan hal ini?)
7. Ketika ku mulai capek dengan segala kegiatanku,
ibu yang selalu perhatian dengan makanan, minuman, kadang aku dibelikan jamu
biar gak cepat lelah (apakah si anak kaya merasakan hal ini?)
Daaaaan ada banyak nikmat yang aku rasakan yang
si anak kaya tidak rasakan
Jujur, aku tidak setuju jika anak dan orang tua saling
berpisah apalagi anak-anak yang ditinggalkan masih SD, SMP dan SMA. Fase
sekolah adalah tempat mereka mulai berbagai pengalaman, baik dari segi
pembelajaran, organisasi, pergaulan dll. Dan peran orang tua menjadi sangat
penting karena aku yakin mereka butuh curhat, tempat bertanya, tempat mengadu.
Semua gak bisa dibeli dengan materi tapi butuh jiwa dan hati kedua orangtunya
untuk mereka.
Komentar
Posting Komentar