Maryamah Karpov- Andrea Hirata
Maryamah
Karpov- Andrea Hirata
Menceritakan perjalan ikal dalam menemukan A
ling yang telah menuntunnya mengilingi dunia dengan sebuah buku Edensor.
Ada beberapa hal menggelitik ketika aku membaca
buku ini, yaitu kebiasaan orang melayu yang penuh perumpamaan dengan memberikan
julukan pada masyarakatnya. Contohnya
1. “Ikal” lantarannya rambutnya ikal
2. “Rustam Simpan Pinjam” karena Rustam
berkerja di koperasi meskapai timah.
3. “Munawir Berita Buruk” karena munawir
mengemban tugas untuk mengabarkan siapa saja yang wafat
4. Ada juga julukan berdasarkan profesinya,
seperti “Marsanip Sopir Ambulans”, “Modin Mahligai” lantaran modin adalah
penghulu dan penasihat perkawinan, “Makruf Bui” karena tamatan sekolah
permasyarakatan
5. Berdasarkan kata yang sering disibut,
contohnya “Ibrahim Harap Tenang”, “Munaf Katakanlah”
6. “Marhaban Hormat Gerak” karena ia bertugas
sebagai komandan pasukan baris-berbaris pada acara tujuh belas agustus
7. berdasarkan actor favorit, “Rofi’I Bruce Lee”
karena pakaiannya seperti bruce lee, sering, tanpa alasan jelas menepis
hidungnya sendiri dan kemana-mana membawa double stick. Muslimat Rambo karena
sering mengikat kepalanya di bandana
8. “Nur Gundala Putra Petir” lantaran ia
disambar petir, tapi selamat dan meninggalkan bekas sebelah kepalanya hangus
9. “Aliong Sunat” karena alion baru saja jadi
mualaf, baru masuk islam, dikhitan
10. Hirata jika ditulis dengan bentuk baru bisa
terbentuk ahirat
Ikal kembali ke Belitung setelah kelulusan dari
Sorbonne sebagai master ekonomi. Melewati toko kelontong yang telah diabaikan,
ikal membuka kembali kenangan mengenai A ling yang tersenyum padanya di balik
tirai keong-keong kecil. Senyum itu,
satu detik keramat, saat cinta menyambarnya untuk pertama kali.
Aria menikah dengan zakiah, wanita impiannya
sejak SMA. Dan kini arai kembali ke Sorbonne untuk menyelesaikan tesis, ikut
ujian komprehensif, dan melanjutkan Pendidikan pada tingkah Ph.D
Setelah beberapa lama di belitong, ada berita
menggemparkan mengenai jenazah yang tersangkut pada kapal nelayan. Mayat itu
menggunakan rajah (tato) kupu-kupu, rajah itu mengingatkannya pada A ling yang
dulu pernah memperlihatkannya padanya.
Ikal mulai mencari dimana keberadaan A ling.
Batuan, salah satu daerah yang menjadi harapan ikal bahwa A ling masih hidup
disana. Ikal mulai mencari cara agar bisa mencapai batuan, salah satunya dengan
menggunakan kapal. Ikal mulai bekerja sebagai pendulang timah, namun segera ia
sadar bahwa ia takkan mampu mengumpulkan uang yang cukup membeli kapal hanya
dengan bekerja sebagai pendulang timah. Akhirnya, ikal bertekad untuk membuat
kapal sendiri.
Kapal itu dibuatnya dengan bantuan laskar
pelangi, teman-temanya sewaktu SD. Setelah 7 bulan, kapal itu siap berlayar
dengan membawa pasukan yang terdiri dari ikal, mahar, Kalimut, dan Chung fa.
Sebelum sampai ke Batuan, mereka singgah di pulau yang ditempati nelayan yang
mereka temui sore harinya. Nelayan itu tinggal dengan seorang anak yang sakit,
bukan sakit biasa, tapi sakit karena diguna-guna. Untungnya mahar, si dukun sakti
bisa mengatasi dengan mencambuk punggung si wanita dengan dahan beluntas dan
mantra-mantra, sehingga sakit yang diderita selama 4 tahun bisa menghilang.
Perjalanan dilanjutkan, kali ini mereka singgah
di pulau yang ditempati Tuk Bayan Tula, tokoh dukun yang menjadi idola mahar.
Inilah alasan mahar untuk ikut ikal berlayar. Untuk ke Batuan, mereka perlu
bantuan Tuk untuk bernegosiasi dengan Tambok, si penguasa Bantuan. Perundingan
pun terus dilanjutkan.
“aku membawa pekeras (upeti) untuk datuk”,
bujuk mahar.
Ia mengeluarkan kemenyan, gaharu, dan
dupa-dupa. Namun, Tuk memA lingkan wajah tanda tak sudi. Tak mempan rayuan
pertama, mahar mengeluarkan tanduk menjangan gunung, uban kucing pohon, telur
pertama penyu yang baru kawin, dan kuku lutung putih yang masih perawan. Tuk
menyibakkan stagen yang melilit pinggangnya, dan menampakkan badik berhulu
tanduk mejangan gunung. Maksudnya benda-benda itu, dia telah lama punya. Dia
tak butuh. Mahar tak patah arang, ia mengeluarkan kantung kecil kain hitam dari
pinggang kirinya, Buntat. Buntat adalah masterpiece dunia jampi-jampian. Rupanya
seperti batu yang diambil dari perut raja kelabang. Buntat amat langka,
khasiatnya diyakini dapat menawar tenung manapun. Jika disentuhkan sedikit saja
pada wanita yang ditaksir maka wanita itu menjadi seperti kebanyakan makan
jengkol, mabuk, tak bisa lagi menghitung sampai sepuluh, akan ikut kemana saja
diajak, ke dalam sumur sekalipun. Tuk membuka serbannya, meletakkannya diatas
lantai, dan menggelarnya. Astaga! Di atas lembar serban berkilauan dua butir
buntat yang tampak jauh lebih tua daripada buntat mahar.
Mahar kalah lagi, tapi ia kembali tersenyum
sebab ia masih memiliki benda andalan lain. Jenazah seekor cecak!. Cecak itu
sangat aneh, ekornya bercabang dua, sungguh langka binatang itu. konon, cecak
dengan ekor bercabang dua menandakan seumur hidupnya tak pernah kalah bertarung
sehingga ia tak pernah perlu memutuskan ekornya sendiri. Karena itu, ekornya
lama-lama bercabang. Kini giliran Tuk, dengan tenangnya Tuk mengeluarkan sesuatu
dari karung kecampangnya. Ia menggegamnya. Kemudian menunjukkan tokek berekor
cabang!. Mahar mengucek-ngucek matanya melihat bangkai tokek kering berekor
cabang dua di tangan Tuk. Dalam pertempuran memamerkan benda-benda mistik
terbukti Mahar tertinggal jauh dibandingkan koleksi gaib Tuk.
Mahar menarik nafas Panjang, ini harapan
terakhir. Bungkusan yang selalu dibawanya kemana-mana, selalu dipeluk ketika
perahu dihantam badai, bertuliskan huruf arab-arab gundul seperti mantra. Mahar
sekonyonh-konyong menyibakkan seluruh bungkus kain penutup seperti sulap
menyingkap kandang harimau. Benda itu adalah SANYO PORTABLE bekas yang dibeli
mahar di pasar loak Tanjung Pinang. Tuk Bayan merubung dan terkagum-kagum. Tuk
menggeser posisi duduknya untuk menghadapi televisi kecil yang butut itu. ia
jelas ingin tahu. Mahar merespon dengan cepat, serta merta mengeluarkan dua
buah batu baterai, memasukkannya dalam rongga belakang, lalu memutar tombol on.
Tentu saja televisi itu tidak dapat menangkap
siaran manapun tapi Tuk Bayan tersipu malu memandangi mahar, merangsek maju,
dan terkesiap melihat jutaan semut buih-buih dilayar kaca dengan suara seperti
kawanan madu angina diasapi. Mereka kian terpesona waktu Mahar menaikkan
antenna sehingga gemuang lebah madu timbul-tenggelam. Tuk menyentuh layar
dengan ragu. Ia ingin tahu apa yang terjadi dengan kotak televisi, ingin tahu
dari mana suara dan gambar semut itu
berasa. Listrik statis dari layar yang menyengat tangannya membuatnya kian
berminat. Mahar berhasil.
Tuk bayan Tula dan keluarganya siap membantu
ikal dkk di Batuan. Tuk bayan beruding dengan Tambok untuk memberikan izin
kepada ikal dalam pencariannya bertemu A ling. Dalam perundingan ini, ikal
harus diberi waktu 3 hari untuk berkeliling di wilayah kekuasaan Tambok.
2 hari pencarian, hanya nihil yang didapat. Sisa
satu hari, ikal tak patah semangat untuk terus mencari. Bertanya kepada setiap
orang dengan menyodorkan foto A ling. Untungnya ada ibu tua yang mengenali tato
yang diceritakan ikal.
“ikal…” katanya. Dari sosok tubuh tinggi,
kurus, berpakaian Panjang berlapis-lapis.
Itulah A ling.
Ikal langsung membawa A ling naik ke kapal,
mengarahkannya ke belitong
Diakhir cerita, A ling dan ikal berniat
menikah. Hanya saja ayah ikal tidak menyetujuinya begitupun keluarga A ling.
Komentar
Posting Komentar